Bagi pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan, mereka perlu mempertimbangkan beberapa hal secara matang, antara lain:
- Kualitas hubungan suami-istri
- Faktor usia
- Kesiapan mental, khususnya untuk merawat dan mmengasuh anak.
- Status finansial
- Kesehatan fisik
- Perubahan gaya hidup
Pemeriksaan Ante Natal

- Berat badan
- Tekanan darah
- Kadar hemoglobin
- Kadar gula darah puasa
- Tes urin untuk mendeteksi ada tidaknya infeksi
- Kadar kolesterol darah
- Skrining TORCH (toksoplasma, rubella/campak jerman, sitomegalovirus, dan herpes simpleks)
1. USG (Ultrasonografi) Beberapa manfaat dari pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan yaitu:
- Menentukan usia janin (fetus), terutama jika hari pertama mantruasi terakhir tidak diketahui.
- Menentukan penyebab dari perdarahan atau spotting (perdarahan bercak) yang terjadi di awal kehamilan.
- Mengevaluasi kondisi janin, terutama jika pembesaran uterus (rahim) tidak sesuai dengan usia kehamilan.
- Mendeteksi kelainan atau cacat pada janin.
- Mengetahui kehamilan ganda atau gemeli
- Menilai letak janin, apakah normal, letak lintang, atau sungsang.
- Mendeteksi jenis kelamin janin
Merupakan pemeriksaan diagnosis prenatal yang cukup penting. Pada pemeriksaan ini, cairan amnion diambil melalui jarum khusus dan diperiksa sel-selnya untuk mendeteksi ada tidaknya kelainan genetik, infeksi, atau maturitas janin.
Amniosentetis sebaiknya dilakukan pada kehamilan sekitar usia 16 minggu atau sesudahnya, untuk mengurangi risiko terjadinya abortus. Biasanya pemeriksaan ini dianjurkan untuk ibu hamil yang berusia 35 tahun keatas, pernah melahirkan anak dengan kelainan kromosom, atau memiliki kelainan atau resiko kelainan genetik yang diturunkan.
Merencanakan Jenis Kelamin Calon Anak
Ada beberapa alasan tertentu yang menyababkan pasangan suami istri memilih jenis kelamin calon ankanya. Dari segi medis, merencanakan jenis kelamin berkaitan dimaksudkan untuk menghindari diwariskannya kelainan bawaan yang dimiliki oleh salah satu atau kedua belah pihak orangtua pasutri, seperti distrofi muskuler, hemofilia, dan hidrosefalus, yang umumnya cenderung diturunkan pada anak laki-laki. Sebaliknya, beberapa pasangan memilih untuk memiliki anak laki-laki untuk membawa nama keluarga (meningkatkan status sosio-ekonomi).
Dengan kemajuan teknologi di dunia kedokteran yang semakin canggih, saat ini dimungkinkan bagi pasangan suami istri untuk memilih jenis kelamin si calon bayi. Namun, demikian, metode ini masih tergolong sangat spesialistik, bukan merupakan bentuk layanan kesehatan rutin.
Seleksi jenis kelamin melalui bioteknologi
Cara yang sangat akurat untuk memilih jenis kelamin calon anak adalah melalui rekayasa genetika. Prosedur ini telah diujicoba pada hewan, tetapi menyebabkan perdebatan yang cukup banyak dari segi etika kedokteranjika diterapkan pada manusia.
Prinsip yang mendasari metode ini adalah fakta bahwa jenis kelamin wanita dicirikan dengan adanya kromosom XX dan pria dicirikan dengan kromosom XY. Pada saat pembuahan (fertilisasi), sel telur dan sperma bertemu lalu membentuk suatu bakal janin yang memiliki kromosomnya sendiri yaitu XX atau XY. Sel telur hanya 'menyumbang' krmosom X pada proses tersebut, tetapi sperma dapat 'menyumbang' kromosom X atau kromosom Y. jadi, sprema inilah yang menjadi faktor penentu jenis kelamin si calon anak.
Pada pusat fertilisasi yang memiliki fasilitas lengkap, para pakar dapat mempelajari sel-sel sperma calon ayah, mengidentifikasi sel sperma mana yang mengandung kromosom X dan sperma mana yang mengandung kromosom Y melalui suatu sejenis 'pewarnaan DNA' (DNA-staining). sel sperma yang mengandung kromosom yang telah dipilih akan dipisahkan lalu dipertemukan dengan sel telur yang berasal dari calon ibu melalui inseminasi buatan. Setelah pertemuan sel sperma dan sel telur ini berhasil membuahkan embrio, maka embrio tersebut di masukan kedalam uterus atau tuba falopi calon ibu agar berkembang lebih lanjut menadi janin, sabagaimana proses reproduksi alamiah.
Saat ini, metode rekayasa genetika untuk menentukan jenis kelamin calon anak telah berhasil dilakukan di Amerika serikat, namun masih menuai kontroversi dari segi moral.
Seleksi jenis kelamin melalui metode alamiah
Untuk mendapatkan anak laki-laki
- Hindari koitus (senggama) sekitar dua minggu sesudah menstruasi. Koitus sebaiknya dilakukan pada saat atau menjelang ovulasi.
- Gunakan larutan basa sesaat sebelum koitus (2 sendok makan baking soda yang dilarutkan dalam satu liter air).
- Tingkatkan kuantitas dan kualitas sekresi vagina melalui multipel orgasme sebelum ejakulasi.
- Lakukan Penetrasi dalam pada saat ejakulasi agar sperma (terutama yang mengandung kromosom Y) mencapai posisi sedekat mungkin dengan serviks.
- Pastikan agar sperma terkumpul dekat dengan mulut serviks, bukan di dinding vagina melalui koitus dengan 'rear entri position' (wanita dalam posisi siku lutut atau berbaring tengkurap dan pria dari arah belakang).

- Lakukan koitus sekitar 4 hari sebelum ovulasi.
- Gunakan larutan pembilas vagina yang bersifat asam seaat sebelum koitus (1 sendok makan cuka yang dilarutkan dalam setengah liter air hangat). Sekitar 2 1/2 hari sebelum ovulasi.
- Kurangi kadar basa vagina dengan menunda orgasme hingga sesudah penetrasi dan ejakulasi.
- Lakukan penetrasi penis secara dangkal pada saat ejakulasi sperma (terutama yang mengandung kromosom X) dapat melalui liang vagina yang sekresi lendirnya secara alamiah bersifat lebih asam.
- Lakukan posisi koitus dengan 'missionary position' (wanita telentang dibawah, pria di atas) agar sperma terkumpul jauh dari mulut serviks.
